Dalam rangka pengawasan pencemaran
perairan maka dilaksanakan Monitoring dan Tindak Lanjut Form Kendali Pengawasan
Pencemaran Perairan di Kab. Tanjung Pinang, Prop. Kep. Riau pada tanggal 11 s/d
14 Juli 2012, dengan ini disampaikan hasil kegiatan sebagai berikut :
1.
Propinsi
Kepulauan Riau saat ini memiliki potensi di bidang pertambangan dengan hasil
tambang bauksit, dan juga merupakan tempat singgah berbagai produk perdagangan,
karena letaknya yang strategis antara dua kawasan FTZ (Free Trade Zone) maka terdapat tiga jenis mata uang yang beredar
yaitu Rupiah, Dollar Singapura dan Ringgit Malaysia. Potensi perikanan yang
terdapat di Tanjung Pinang adalah Karamba Jaring Apung (KJA) dan budidaya ikan
lele.
2.
Tim
Pengawasan Pencemaran Perairan berdiskusi terlebih dahulu dengan Satker PSDKP
Tanjung Pinang dan dengan Ibu Elin selaku Kabid Perikanan dari Dinas Kelautan,
Perikanan, Pertanian Kehutanan dan Energi (KPPKE) Kota Tanjung Pinang untuk
kegiatan pengawasan di Tanjung Pinang. Dari hasil diskusi diketahui bahwa
budidaya lele di Tanjung Pinang digalakkan sebagai alternatif usaha di tengah kondisi
demografi Tanjung Pinang yang kurang memungkinkan dikembangkan sebagai kawasan
ruang terbuka biru.
3.
Budidaya ikan
air tawar di Tanjung Pinang dikelompokkan menjadi beberapa kelompok usaha
budidaya, terdapat 17 (tujuh belas) kelompok binaan dimana 8 (delapan) kelompok
sudah mendapat bantuan dari Dinas KPPKE Tanjung Pinang dalam bentuk barang
modal seperti freezer, jaring, modal usaha. Beberapa KJA dan budidaya ikan air
tawar yang dapat diverifikasi oleh pengawas diantaranya sebagai berikut :
a. Budidaya
Lele, Yubsir, Desa Kampung Bulang
Kegiatan
budidaya lele di Tanjung Pinang sedang berkembang. Lele dipelihara dalam bak
semen berbeda ukuran, rata-rata 2,5 x 3 x 1 m dengan lele dewasa sebanyak 1200
ekor per kolam. Untuk menghindarkan air dari bau, pakan lele berupa kepala ikan
tengiri dan sesekali diberi pellet untuk tambahan nutrisi bagi lele. Sesekali
juga diberi pakan daun pepaya. Lele dipanen secara bergantian, ukuran lele
disesuaikan
dengan kebutuhan pasar. Jika ikan
berpenyakit seperti terkena jamur, cukup dipisahkan dari lele lainnya dan
diberi serutan daun pepaya pada kolam lele. Kolam dikuras tiap mingu dan air
buangan kolam langsung dibuang ke laut.
b. KJA
KJA
yang dapat diverifikasi ada 3 (tiga) lokasi yang kesemuanya merupakan usaha
mandiri atas nama Hakim di Tanjung Lanjut, atas nama Ali di desa Madung yang
juga ketua kelompok nelayan Maju Mandiri, dan atas nama Idris Musa di Pulau
Penyengat. Jenis ikan yang dipelihara di KJA bermacam-macam, seperti kerapu
macan, kerapu batik, kerapu sunu dan beberapa jenis ikan non kerapu. Ukuran
tiap plong KJA bervariasi rata-rata berukuran 3 x 3 x 3 m. Untuk pakan ikan
masing-masing KJA tidak sama, ada yang menggunakan ikan biji nangka sebagai
pakan kerapu dan ada pula yang menggunakan pellet untuk nutrisi tambahan pakan
ikan. Jika ikan berpenyakit seperti tumbuh jamur, maka diobati dengan cara
direndam di air tawar yang telah dicampur dengan adonan daun sunai laun dan
bubuk kunyit selama beberapa menit.
c. Pengupasan
Kepiting, Hasan Basri, Desa Kampung Bugis
Kegiatan
pengolahan ikan di tanjung Pinang terinventaris sebanyak 40 unit usaha meliputi
usaha kerupuk ikan, pengupasan kepiting, ikan asin, abon dan otak-otak. Kegiatan
pengupasan kepiting milik perorangan yang dikelola oleh Bpk Hasan, berlokasi di
Kampung Bugis. Ijin usaha yang dimiliki sudah kadaluarsa selama satu tahun,
namun tidak ada keinginan dari pemilik usaha untuk memperbarui ijin dengan
alasan tidak ada keuntungan bagi usaha. Kepiting diperoleh dari nelayan
setempat dan setelah dipisahkan dari cangkangnya dikirim ke Medan untuk diolah
lebih lanjut. Dengan tenaga kerja 10-20 orang, bervariasi tergantung jumlah
kepiting yang didaratkan, dapat dihasilkan rata-rata 20 kg kepiting kupas per
harinya. Limbah dari proses pengupasan yaitu air bekas rebusan kepiting yang
langsung dibuang ke laut dan cangkang kepiting yang dibuang ke TPA Kampung
Bugis. Tidak ada keluhan dari warga sekitar mengenai limbah pengupasan
kepiting.
4.
Saran dan
Kesimpulan
a. Potensi wilayah
di Tanjung Pinang adalah sebagai penghasil bahan tambang berupa bauksit dan
kurang potensial di bidang perikanan dilihat dari jumlah dan skala unit usaha
perikanan yang kecil;
b. Pemilihan
jenis usaha perikanan yang tepat juga menentukan tingkat keberhasilan usaha.
Intensifikasi usaha perikanan sangat perlu ditingkatkan, tidak hanya
menggiatkan usaha budidaya perikanan namun juga bisa mengemas usaha perikanan
selaras dengan usaha jasa, untuk itu peran Dinas KPPKE Tanjung Pinang dan
satker PSDKP Tanjung Pinang sangat diperlukan;
Demikian
disampaikan, terimakasih.
Yoki
Jiliansyah
Anita
Ratna Dewi K