YOKI (MENYELAM)

YOKI (MENYELAM)
KEP. SERIBU DKI JAKARTA

Minggu, 22 Juli 2012

Laporan Monitoring dan Tindak Lanjut Form Kendali Pengawasan Pencemaran Perairan di Tanjung Pinang, Prop. Kepulauan Riau


Dalam rangka pengawasan pencemaran perairan maka dilaksanakan Monitoring dan Tindak Lanjut Form Kendali Pengawasan Pencemaran Perairan di Kab. Tanjung Pinang, Prop. Kep. Riau pada tanggal 11 s/d 14 Juli 2012, dengan ini disampaikan hasil kegiatan sebagai berikut :
1.        Propinsi Kepulauan Riau saat ini memiliki potensi di bidang pertambangan dengan hasil tambang bauksit, dan juga merupakan tempat singgah berbagai produk perdagangan, karena letaknya yang strategis antara dua kawasan FTZ (Free Trade Zone) maka terdapat tiga jenis mata uang yang beredar yaitu Rupiah, Dollar Singapura dan Ringgit Malaysia. Potensi perikanan yang terdapat di Tanjung Pinang adalah Karamba Jaring Apung (KJA) dan budidaya ikan lele.
2.      Tim Pengawasan Pencemaran Perairan berdiskusi terlebih dahulu dengan Satker PSDKP Tanjung Pinang dan dengan Ibu Elin selaku Kabid Perikanan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian Kehutanan dan Energi (KPPKE) Kota Tanjung Pinang untuk kegiatan pengawasan di Tanjung Pinang. Dari hasil diskusi diketahui bahwa budidaya lele di Tanjung Pinang digalakkan sebagai alternatif usaha di tengah kondisi demografi Tanjung Pinang yang kurang memungkinkan dikembangkan sebagai kawasan ruang terbuka biru.
3.      Budidaya ikan air tawar di Tanjung Pinang dikelompokkan menjadi beberapa kelompok usaha budidaya, terdapat 17 (tujuh belas) kelompok binaan dimana 8 (delapan) kelompok sudah mendapat bantuan dari Dinas KPPKE Tanjung Pinang dalam bentuk barang modal seperti freezer, jaring, modal usaha. Beberapa KJA dan budidaya ikan air tawar yang dapat diverifikasi oleh pengawas diantaranya sebagai berikut :
a.        Budidaya Lele, Yubsir, Desa Kampung Bulang
Kegiatan budidaya lele di Tanjung Pinang sedang berkembang. Lele dipelihara dalam bak semen berbeda ukuran, rata-rata 2,5 x 3 x 1 m dengan lele dewasa sebanyak 1200 ekor per kolam. Untuk menghindarkan air dari bau, pakan lele berupa kepala ikan tengiri dan sesekali diberi pellet untuk tambahan nutrisi bagi lele. Sesekali juga diberi pakan daun pepaya. Lele dipanen secara bergantian, ukuran lele disesuaikan dengan  kebutuhan pasar. Jika ikan berpenyakit seperti terkena jamur, cukup dipisahkan dari lele lainnya dan diberi serutan daun pepaya pada kolam lele. Kolam dikuras tiap mingu dan air buangan kolam langsung dibuang ke laut.
b.       KJA
KJA yang dapat diverifikasi ada 3 (tiga) lokasi yang kesemuanya merupakan usaha mandiri atas nama Hakim di Tanjung Lanjut, atas nama Ali di desa Madung yang juga ketua kelompok nelayan Maju Mandiri, dan atas nama Idris Musa di Pulau Penyengat. Jenis ikan yang dipelihara di KJA bermacam-macam, seperti kerapu macan, kerapu batik, kerapu sunu dan beberapa jenis ikan non kerapu. Ukuran tiap plong KJA bervariasi rata-rata berukuran 3 x 3 x 3 m. Untuk pakan ikan masing-masing KJA tidak sama, ada yang menggunakan ikan biji nangka sebagai pakan kerapu dan ada pula yang menggunakan pellet untuk nutrisi tambahan pakan ikan. Jika ikan berpenyakit seperti tumbuh jamur, maka diobati dengan cara direndam di air tawar yang telah dicampur dengan adonan daun sunai laun dan bubuk kunyit selama beberapa menit.
c.        Pengupasan Kepiting, Hasan Basri, Desa Kampung Bugis
Kegiatan pengolahan ikan di tanjung Pinang terinventaris sebanyak 40 unit usaha meliputi usaha kerupuk ikan, pengupasan kepiting, ikan asin, abon dan otak-otak. Kegiatan pengupasan kepiting milik perorangan yang dikelola oleh Bpk Hasan, berlokasi di Kampung Bugis. Ijin usaha yang dimiliki sudah kadaluarsa selama satu tahun, namun tidak ada keinginan dari pemilik usaha untuk memperbarui ijin dengan alasan tidak ada keuntungan bagi usaha. Kepiting diperoleh dari nelayan setempat dan setelah dipisahkan dari cangkangnya dikirim ke Medan untuk diolah lebih lanjut. Dengan tenaga kerja 10-20 orang, bervariasi tergantung jumlah kepiting yang didaratkan, dapat dihasilkan rata-rata 20 kg kepiting kupas per harinya. Limbah dari proses pengupasan yaitu air bekas rebusan kepiting yang langsung dibuang ke laut dan cangkang kepiting yang dibuang ke TPA Kampung Bugis. Tidak ada keluhan dari warga sekitar mengenai limbah pengupasan kepiting.
4.        Saran dan Kesimpulan
a.   Potensi wilayah di Tanjung Pinang adalah sebagai penghasil bahan tambang berupa bauksit dan kurang potensial di bidang perikanan dilihat dari jumlah dan skala unit usaha perikanan yang kecil;
b.     Pemilihan jenis usaha perikanan yang tepat juga menentukan tingkat keberhasilan usaha. Intensifikasi usaha perikanan sangat perlu ditingkatkan, tidak hanya menggiatkan usaha budidaya perikanan namun juga bisa mengemas usaha perikanan selaras dengan usaha jasa, untuk itu peran Dinas KPPKE Tanjung Pinang dan satker PSDKP Tanjung Pinang sangat diperlukan;
Demikian disampaikan, terimakasih.

Yoki Jiliansyah
 
Anita Ratna Dewi K

Senin, 02 Juli 2012

BIMBINGAN TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DI PEKALONGAN

Telah dilaksanakan bimbingan teknis pengawasan pencemaran perairan akibat kegiatan Unit Pengolahan Ikan di Pekalongan, Jawa Tengah  oleh Tim Subdit Pengawasan Pencemaran Perairan Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan, dengan hormat dilaporkan hasil pemantauan sebagai berikut :
1.       Bimbingan Tekinis Pengawasan pencemaran perairan dilaksanakan di Satuan Kerja PSDKP Pekalongan dan  lokasi Unit Pengolahan Ikan  (UPI) yang berada di Pekalongan Propinsi  Jawa Tengah.
2.   Pertemuan dalam rangka bimbingan teknis dilaksanakan antara lain dengan Satuan Kerja PSDKP Pekalongan, pengusaha Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan masyarakat pesisir selaku pekerja UPI tradisional. Adapun yang hadir pada saat pertemuan bimbingan teknis antara lain Didik Ristanto SH, Supriyanto, M.Suharyono KM, Tarwinto, Kukuh Dwi Setiyono S.Kom, Radius Dwi Suseno SE, Teguh Hariadi SE, Fina (staf UPI PT. Blue Sea), Risqon (Staf UPI PT.Maya Food). Jumlah pegawai satker PSDKP Pekalongan yang hadir sebanyak 7 (tujuh) orang dari 9 (sembilan) orang jumlah pegawai secara keseluruhan.
3.      Pekalongan dijuluki sebagai Kota Batik karena banyaknya usaha batik yang berjalan dan volume batik yang dihasilkan. Selain dari batik, Pekalongan juga memiliki Usaha Perikanan yang cukup banyak jumlahnnya. Seiring dengan tingginya aktivitas batik dan perikanan yang berada di Pekalongan maka semakin tinggi pula volume pencemaran di sungai-sungai di Pekalongan seperti sungai Sragi, sungai Sengkarang, sungai Pekalongan dan sugai Meduni;
4.   Tim melakukan pengawasan lapangan  ke berbagai UPI yang berada di Pekalongan, baik UPI yang berskala besar dengan jumlah 2 perusahaan dan UPI yang berskala kecil (tradisional) berjumlah 27 perusahaan. UPI yang berskala besar yakni PT. Maya Food Industries dan PT. Blue Sea Industry yang telah Memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 
5.      Unit pengolahan ikan skala besar yang terdapat di Kota Pekalongan yaitu PT. Maya Food Industries dan PT. Blue Sea Industry. Berdasarkan hasil verifikasi unit pengolahan ikan di Kota Pekalongan diperoleh beberapa hal sebagai berikut :
a.   Hasil buangan dari PT. Maya Food Industries terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah padat langsung diolah menjadi tepung ikan sedangkan limbah cair langsung diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Proses IPAL dengan melalui tiga tahap yaitu  proses Anaerob, proses Aerob dan proses Waterland. Hasil samping berupa minyak ikan juga diolah menjadi minyak ikan madya untuk menghilangkan bau amis dari minyak dengan pemanasan dan tanpa penambahan bahan apapun. Kondisi IPAL pada PT. Maya Food Industries sudah baik dengan beberapa bak penampungan air limbah dan kolam aerasi serta bak equalisasi air limbah. Untuk memantau kondisi air limbah olahan/limbah outlet juga dibuat kolam ikan dan taman. PT. Maya Food Industries juga melakukan pengujian kualitas perairan dalam setiap bulan hasil uji kualitas perairan terlampir;
b.    Sedangkan hasil buang dari PT. Blue Sea Industry, limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat diolah menjadi tepung ikan di kota Batang dengan diangkut menggunakan truk. Pada saat pengangkutan inilah penduduk di sekitar jalan yang dilalui oleh truk pengangkut sering mengeluhkan bau yang ditimbulkan dari limbah padat tersebut. IPAL yang dibangun hanya terdiri dari tiga kolam/ bak penampungan dan limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengendapan;
c.     Pada unit pengolahan ikan skala kecil memproduksi ikan asin, hasil buang limbah dialiri melalui IPAL sederhana ukuran 1,5 m x 4 m, dan telah di manfaatkan oleh 15 UPI tradisional serta pengelolaan tersebut di kelola oleh Dinas Perikanan Pekalongan. Adapun data jumlah Unit Pengolahan Ikan skala kecil terlampir;
6.        Kesimpulan
a.  Kondisi perairan di Kota Pekalongan telah tercemar, hal tersebut di sebabkan karena adanya pengaruh  limbah, baik yang berasal dari limbah pengolahan hasil perikanan dan usaha batik;
b.  Sebagian besar unit pengolahan ikan di Kota Pekalongan belum memiliki IPAL dengan sistem filterisasi, limbah dibuang langsung dari saluran pembuangan ke sungai atau ke laut tanpa diolah terlebih dahulu. Ketiadaan IPAL dikarenakan beberapa factor seperti ketiadaan lahan untuk IPAL dan besarnya biaya yang harus disediakan untuk pembuatan IPAL;
7.        Saran
a.  Satker PSDKP Pekalongan perlu melakukan pengawasan pencemaran pencemaran di Kota Pekalongan khususnya di sungai-sungai Kota Pekalongan dan yang bersentuhan dengan kegiatan perikanan;
b.   Perlu dilakukan sosialisasi  oleh Ditjen PSDKP dan Satker PSDKP Pekalongan mengenai pentingnya keberadaan IPAL khususnya untuk pemilik usaha pengolahan ikan di Kota Pekalongan.
Demikian disampaikan, terimakasih.